Cerpen
Kerangka Cerpen
Tema : Persahabatan
Topik : Persahabatan Sejati
Tokoh : Rico (Aku), Lisa Mama Rico, Papa Rico
Konflik :
Aku pusing memikirkan orangtuaku yang sering bertengkar dan saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing hingga tidak memperhatikan dan menyayangi aku lagi.
Kerangka :
Aku dan Lisa berangkat ke sekolah
Aku memikirkan masalah orangtuaku
Aku menceritakan masalahku pada Lisa
Aku tertabrak mobil
Aku terbaring di rumah sakit
Mama dan papaku meminta maaf
Persahabatanku dengan Lisa
“Ayo, dong!! Kalau tak cepat kita bisa terlambat!”teriak Lisa padaku. “Iya, tunggu bentar, tali sepatuku lepas nih!” jawabku kesal.
Lisa sudah aku anggap seperti saudaraku. Setiap hari kami pergi dan pulang sekolah bersama, karena rumahnya hanya bersebelahan denganku. Kami juga sering bertengkar karena masalah sepele. Dan biasanya aku yang mengalah. Sebab aku tahu sifat Lisa yang keras kepala, namun baik hati dan bisa diandalkan.
Setelah aku selesai mengikat tali sepatuku, kami pun bergegas lari ke sekolah, dan sampai tepat sebelum bel berbunyi.
“Untung enggak terlambat, kalau terlambat, bisa-bisa kita dimarahi guru piket yang galak itu!” ujar Lisa, lega. Aku hanya manggut-manggut, hari ini aku sangat tidak bersemangat seperti biasanya. Aku pusing memikirkan masalah orangtuaku yang sering bertengkar dan terlalu sibuk dengan pekerjaanya hingga tak memperhatikanku lagi.
Di kelas, aku hanya melamun terus dan tak memperhatikan pelajaran. Aku masih memikirkan masalah orangtuaku.
Tak terasa, bel sekolah berbunyi menandakan waktu pulang sekolah telah tiba. Aku yang masih pusing memikirkan masalah orangtuaku, masih tetap duduk melamun di bangkuku. Tiba-tiba lamunanku terpecah ketika mendengar teriakan keras ditelingaku.
“Heyy! Jangan melamun terus dong! Dari tadi kerjaanmu hanya melamun saja!” teriak Lisa. Aku yang kesal balik membentak Lisa.
“Kamu tuh gak punya pengertian apa?! Aku tuh lagi pusing tau! Gak perlu teriak-teriak di dekat aku! teriakku. Aku pun segera pergi ke belakang halaman sekolah.
Tak berapa lama Lisa datang menghampiriku dan meminta maaf padaku. Setelah aku memaafkannya ia bertanya padaku. “Ada apa, Ric? Kok kamu murung? Mukamu kelihatan kusut tuh, belum disetrika ya?”. “Iya, belum disterika, Kenapa? Kamu mau nyetrika mukaku? Memang setrikanya udah panas?” sahutku. “Aku sih mau aja menyetrika mukamu yang kusut itu, tapi udah dicuci belum? Kalau belum dicuci, ntar setrikaku yang rusak” canda Lisa. Kami berdua pun tertawa.
Aku pun kemudian menceritakan masalah yang sedang kuhadapi. “Aku sedang pusing, nih. Habisnya akhir-akhir ini orangtuaku sering bertengkar. Selain itu, mereka sering sibuk dengan pekerjaannya masing-masing hingga tak memperhatikanku dan tak menyayangiku lagi.” terangku pada Lisa.
“Aku tahu itu pasti sangat berat bagimu. Tapi mungkin orangtuamu mempunyai alasan tersendiri mengapa mereka terlalu sibuk, hingga tak memperhatikanmu. Kamu tak perlu terlalu memikirkan hal itu, kelak orangtuamu pasti akan sadar dan memperhatikanmu lagi! Sekarang ayo kita pulang!” ajak Lisa. Aku hanya diam dan mengangguk. Kami pun segera beranjak pulang. Kata-kata Lisa memang membuatku sedikit lega.
Di tengah perjalanan pulang, Lisa baru ingat kalo dompetnya tertinggal di laci kelas. Lisa pun menyuruhku untuk pulang duluan. “Kamu pulang duluan saja ya Ric!! Aku mau kembali ke sekolah dulu, untuk mengambil dompetku yang tertinggal di kelas!!”. Aku pun hanya mengangguk.
Lisa pun segera berbalik untuk mengambil dompet. Namun belum genap Lisa melangkah 10 meter. Tiba-tiba sebuah benturan keras menghantam tubuhku. Tubuhku pun terlempar, darah mengalir dari kepalaku. Aku melihat mobil telah menabrakku. Setelah itu aku tak tau lagi apa yang terjadi.
***
Setelah melewati masa kritis, aku pun mulai sadar. Aku mulai membuka mataku. Aku melihat orangtuaku duduk disebelahku sambil tersenyum memandangku.
“Kamu sudah sadar nak?” kata mamaku lega.
“Lisa sudah cerita semuanya Rico, maafin mama dan papa ya, karena kami kamu jadi begini. Selama ini mama dan papa terlalu sibuk, kami kurang memperhatikan kamu, sampai dirumah kami malah bertengkar” kata mamaku, sambil meneteskan airmata.
“Iya ma.. pa.., maafin aku juga, karena telah merepotkan mama dan papa.” Kataku dengan suara yang masih lemah.
“Kamu juga harus berterimakasih pada Lisa, karena berkat dia kamu bisa selamat!” kata mamaku. Aku pun kemudian menoleh dan memandang ke arah Lisa.
“Terima kasih Lis, kamu telah menyelamatkan nyawaku.” kataku.
“Sama-sama Ric, lagipula sudah kewajibanku sebagai sahabatmu untuk saling menjaga dan saling menolong.” jawab Lisa.
Setelah peristiwa itu, orangtuaku tidak pernah bertengkar lagi. Aku dan Lisa pun yang dulunya sering bertengkar, sekarang menjadi lebih menyayangi dan saling membantu. Tali persahabatan kami pun semakin erat dan kompak.
Aku akan selalu menjaga persahabatanku dengan Lisa… Persahabatan merupakan hal terindah yang bisa dimiliki siapapun… dan kita yang memlikinya, bersyukurlah…
Posted on 03.22 by decky28 and filed under
SMA
| 0 Comments »
Tema : Persahabatan
Topik : Persahabatan Sejati
Tokoh : Rico (Aku), Lisa Mama Rico, Papa Rico
Konflik :
Aku pusing memikirkan orangtuaku yang sering bertengkar dan saling sibuk dengan pekerjaannya masing-masing hingga tidak memperhatikan dan menyayangi aku lagi.
Kerangka :
Aku dan Lisa berangkat ke sekolah
Aku memikirkan masalah orangtuaku
Aku menceritakan masalahku pada Lisa
Aku tertabrak mobil
Aku terbaring di rumah sakit
Mama dan papaku meminta maaf
Persahabatanku dengan Lisa
“Ayo, dong!! Kalau tak cepat kita bisa terlambat!”teriak Lisa padaku. “Iya, tunggu bentar, tali sepatuku lepas nih!” jawabku kesal.
Lisa sudah aku anggap seperti saudaraku. Setiap hari kami pergi dan pulang sekolah bersama, karena rumahnya hanya bersebelahan denganku. Kami juga sering bertengkar karena masalah sepele. Dan biasanya aku yang mengalah. Sebab aku tahu sifat Lisa yang keras kepala, namun baik hati dan bisa diandalkan.
Setelah aku selesai mengikat tali sepatuku, kami pun bergegas lari ke sekolah, dan sampai tepat sebelum bel berbunyi.
“Untung enggak terlambat, kalau terlambat, bisa-bisa kita dimarahi guru piket yang galak itu!” ujar Lisa, lega. Aku hanya manggut-manggut, hari ini aku sangat tidak bersemangat seperti biasanya. Aku pusing memikirkan masalah orangtuaku yang sering bertengkar dan terlalu sibuk dengan pekerjaanya hingga tak memperhatikanku lagi.
Di kelas, aku hanya melamun terus dan tak memperhatikan pelajaran. Aku masih memikirkan masalah orangtuaku.
Tak terasa, bel sekolah berbunyi menandakan waktu pulang sekolah telah tiba. Aku yang masih pusing memikirkan masalah orangtuaku, masih tetap duduk melamun di bangkuku. Tiba-tiba lamunanku terpecah ketika mendengar teriakan keras ditelingaku.
“Heyy! Jangan melamun terus dong! Dari tadi kerjaanmu hanya melamun saja!” teriak Lisa. Aku yang kesal balik membentak Lisa.
“Kamu tuh gak punya pengertian apa?! Aku tuh lagi pusing tau! Gak perlu teriak-teriak di dekat aku! teriakku. Aku pun segera pergi ke belakang halaman sekolah.
Tak berapa lama Lisa datang menghampiriku dan meminta maaf padaku. Setelah aku memaafkannya ia bertanya padaku. “Ada apa, Ric? Kok kamu murung? Mukamu kelihatan kusut tuh, belum disetrika ya?”. “Iya, belum disterika, Kenapa? Kamu mau nyetrika mukaku? Memang setrikanya udah panas?” sahutku. “Aku sih mau aja menyetrika mukamu yang kusut itu, tapi udah dicuci belum? Kalau belum dicuci, ntar setrikaku yang rusak” canda Lisa. Kami berdua pun tertawa.
Aku pun kemudian menceritakan masalah yang sedang kuhadapi. “Aku sedang pusing, nih. Habisnya akhir-akhir ini orangtuaku sering bertengkar. Selain itu, mereka sering sibuk dengan pekerjaannya masing-masing hingga tak memperhatikanku dan tak menyayangiku lagi.” terangku pada Lisa.
“Aku tahu itu pasti sangat berat bagimu. Tapi mungkin orangtuamu mempunyai alasan tersendiri mengapa mereka terlalu sibuk, hingga tak memperhatikanmu. Kamu tak perlu terlalu memikirkan hal itu, kelak orangtuamu pasti akan sadar dan memperhatikanmu lagi! Sekarang ayo kita pulang!” ajak Lisa. Aku hanya diam dan mengangguk. Kami pun segera beranjak pulang. Kata-kata Lisa memang membuatku sedikit lega.
Di tengah perjalanan pulang, Lisa baru ingat kalo dompetnya tertinggal di laci kelas. Lisa pun menyuruhku untuk pulang duluan. “Kamu pulang duluan saja ya Ric!! Aku mau kembali ke sekolah dulu, untuk mengambil dompetku yang tertinggal di kelas!!”. Aku pun hanya mengangguk.
Lisa pun segera berbalik untuk mengambil dompet. Namun belum genap Lisa melangkah 10 meter. Tiba-tiba sebuah benturan keras menghantam tubuhku. Tubuhku pun terlempar, darah mengalir dari kepalaku. Aku melihat mobil telah menabrakku. Setelah itu aku tak tau lagi apa yang terjadi.
***
Setelah melewati masa kritis, aku pun mulai sadar. Aku mulai membuka mataku. Aku melihat orangtuaku duduk disebelahku sambil tersenyum memandangku.
“Kamu sudah sadar nak?” kata mamaku lega.
“Lisa sudah cerita semuanya Rico, maafin mama dan papa ya, karena kami kamu jadi begini. Selama ini mama dan papa terlalu sibuk, kami kurang memperhatikan kamu, sampai dirumah kami malah bertengkar” kata mamaku, sambil meneteskan airmata.
“Iya ma.. pa.., maafin aku juga, karena telah merepotkan mama dan papa.” Kataku dengan suara yang masih lemah.
“Kamu juga harus berterimakasih pada Lisa, karena berkat dia kamu bisa selamat!” kata mamaku. Aku pun kemudian menoleh dan memandang ke arah Lisa.
“Terima kasih Lis, kamu telah menyelamatkan nyawaku.” kataku.
“Sama-sama Ric, lagipula sudah kewajibanku sebagai sahabatmu untuk saling menjaga dan saling menolong.” jawab Lisa.
Setelah peristiwa itu, orangtuaku tidak pernah bertengkar lagi. Aku dan Lisa pun yang dulunya sering bertengkar, sekarang menjadi lebih menyayangi dan saling membantu. Tali persahabatan kami pun semakin erat dan kompak.
Aku akan selalu menjaga persahabatanku dengan Lisa… Persahabatan merupakan hal terindah yang bisa dimiliki siapapun… dan kita yang memlikinya, bersyukurlah…